Bunga dikenal sebagai salah satu bahan baku terbaik untuk menghasilkan minyak atsiri berkualitas tinggi. Namun, banyak jenis bunga hanya mengandung sedikit minyak atsiri, dan senyawa aromatiknya sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, metode distilasi uap sering kali tidak cocok karena dapat menyebabkan senyawa aromatik mengalami denaturasi atau kerusakan.
Sebagai alternatif, industri ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut organik seperti heksana atau karbon dioksida superkritis untuk mengekstrak senyawa aromatik dari bunga. Proses ini menghasilkan konkret (concrete), yaitu campuran padat yang mengandung minyak atsiri, lilin, resin, dan senyawa lipofilik lainnya yang larut dalam minyak.
Meskipun konkret sangat harum, ia mengandung komponen non-aromatik seperti lilin dan resin. Untuk memperoleh minyak yang lebih murni, konkret biasanya diekstrak kembali menggunakan pelarut seperti etil alkohol (etanol). Larutan alkohol ini kemudian didinginkan hingga −18 °C selama lebih dari 48 jam untuk memisahkan lilin dan lemak melalui proses pengendapan. Setelah difiltrasi dan etanol diuapkan, yang tersisa adalah absolut, yaitu ekstrak minyak atsiri yang sangat murni dan kaya aroma.
Metode modern seperti ekstraksi fluida superkritis dengan karbon dioksida (CO₂) juga semakin populer karena tidak meninggalkan residu petrokimia dan menjaga keutuhan senyawa aromatik. Pada tekanan dan suhu tertentu, CO₂ berperan sebagai pelarut untuk mengekstrak minyak atsiri dan lilin dalam bentuk konkret. Selanjutnya, dengan menurunkan suhu, CO₂ cair dapat memisahkan lilin dari minyak atsiri. Ketika tekanan dilepaskan, CO₂ kembali menjadi gas tanpa meninggalkan sisa, menghasilkan minyak atsiri yang bersih dan murni.
Proses ekstraksi ini sangat penting untuk mempertahankan aroma alami bunga yang digunakan dalam aromaterapi, parfum, dan produk kecantikan alami lainnya.
